Tale Of Princess Kaguya

Film animasi jepang yang mengangkat mitologi atau cerita masyarakat jepang di masa lalu, putri kaguya, putri yang lahir di bulan namun diturunkan ke bumi, atas hukuman karena terpanggil oleh nyanyian pendahulunya yang pernah turun juga ke bumi, dirawat sepasang suami istri yang sudah berumur dan hidup sederhana kemudian dibesarkan dengan penuh suka cita, meski pada akhirnya ending film ini cukup menyayat perasaan pada dasarnya saya mempelajari banyak hal dari film itu sendiri.
           Pertama soal arti dari bahagia itu sendiri, kemudian kasih sayang yang tulus namun dengan cara yang keliru, soal memaksakan kehendak, dan cinta.. selalu cinta… 
           yang jelas film ini mengajarkan saya bahwa gambaran diri tentang rasa kasih seorang ayah dan ibu yang begitu mencintai anaknya kadang tidak pernah memperhatikan atau sekedar bertanya apa yang sejatinya benar – benar kita inginkan untuk kebahagaian itu sendiri, saya belum berumah tangga jadi saya masih merasakan kasih sayang dari kedua orang tua saya, namun kita juga selalu tahu bahwa setiap kejadian fundamental dalam kehidupan kita adalah bukan pilihan kita sendiri tapi orang tua kita.
           Putri kaguya sadar akan hal itu, dia menjadi tidak bahagia karena menjadi seorang putri meninggalkan kehidupan desa demi menjadi permaisuri ibu kota, padahal itu hanya keinginan sang ayah, saya tidak menyalahkan sang ayah, karena sang ayah hanya ingin membahagiakan anaknya dengan cara yang amat baik dan diidam – idamkan setiap anak perempuan di dunia, namun sang putri kian hari kian dirundung sepi, sendiri, tanpa tawa yang berarti.
           hingga sampai pada suatu hari semua para bangsawan ingin meminangnya dengan bujukan – bujuka hartanya, kemudian semua para pelamar diminta membuktikan dan membawa semua barang yang diumpamakan persis seperti berharganya putri kaguya ini.
yang kemudian bisa saya ambil sebuah pelajaran dari film ini adalah tanggapan saya bahwa justru laki – laki kadang – kadang atau mungkin terlalu sering merendahkan perempuan dan menyamakan mereka dengan barang – barang, sekalipun itu mahal tapi itu palsu, semuanya bisa hilang kapan saja dan tak berarti sama sekali,Bahwa cinta atas perempuan adalah harus selalu murni bukan pengadaian yang semu hanya untuk bujuk rayu, kemudian setelah menemui ending film saya kembali mempelajari sesuatu bahwa kita tidak akan pernah sepenuhnya merasa bahwa apapun yang kita miliki itu berharga setelah kita tahu dan sadari bahwa semua itu akan hilang dan pergi dari kita, bukan genggaman kita tapi dari lubuk hati kita, cinta, cinta adalah kemurniaan yang sering dikotori hasrat memiliki, maka kekudusan dari arti cinta itu sendiri mulai pergi ketika cinta tidak diperlakukan seperti cinta itu sendiri.

           Kahlil Gibran pernah berkata,” biarlah cinta untuk cinta itu sendiri, cinta tidak menuntut dan menghakimi, cinta hadir untuk cinta itu sendiri” memang amat sangat platonic tapi mungkin kemudian saya mengerti bahwa memang seperti itulah seharusnya cinta harus diperlakukan karena ketika cinta dimilki kita selalu didorong keinginan untuk menguasai, memonopoli, dan banyak membatasi cinta itu sendiri.
           Lantas cinta apakah itu cinta yang sejati ? adalah cinta yang gratis, kita hanya harus memberi tanpa berharap dikembali pada diri, persis kasih dari para perempuan – perempuan yang diawal – awal beranak.

Comments

Popular posts from this blog

Sekolah Pranikah Salman - Batch 18

Terbentur, terbentur kemudian terbentuk: the experiences of daily activites at UKRI

Komputasi, Lingustik, dan Dasein ala Heidegger