Terbentur, terbentur kemudian terbentuk: the experiences of daily activites at UKRI
Pernahkah kalian berada di dalam suatu situasi dimana dua perasaan bercampur aduk secara bersamaan pada konteks tertentu? Yap, jika memang pernah merasakan, maka seperti itulah perasaan penulis saat ini.
Konteks kejadian campur aduk
perasaan ini adalah pengalaman penulis belajar selama hampir empat tahun
lamanya di kampus, dan hanya tinggal satu langkah terakhir lagi untuk
mengakhiri karir universitas yang sedang dijalani. Pada satu sisi, penulis
merasa gembira karena hanya satu langkah lagi penulis akan menyelesaikan
studinya, sisi yang lain adalah keharuan yang bisa dibilang bukan rasa sedih,
tapi perasaan pilu bahwa penulis akan meninggalkan panggung atau tempat yang
mewadahi kreatifitas yang kompetitif dilingkungan yang positif, meninggalkan
panggung bagi orang-orang yang menunjukan kecerdasan, integritas, disiplinitas,
serta panggung bagi diskursus-diskursus yang bersifat paradigmatik, panggung
bagi orang-orang produktif untuk terlibat dengan kegiatan kemahasiswaan,
panggung bagi mereka yang ingin meluaskan jejaring, panggung bagi mereka yang
mencintai ilmu, panggung bagi mereka yang hendak mengasah kemampuan praktis dan
teoritis.
Miris, ironis sebenarnya,
mengetahui fakta ini, penulis yang notabene menganggap bahwa kampus sebagai
panggung, tempat dimana pengetahuan dan pikiran diasah juga diuji merasa
terharu sekaligus gembira, karena momen-momen dari setiap pengalaman penulis
saat berada di kampus adalah momen paling tidak mungkin pernah bisa dilupakan
penulis.
Bertemu dengan teman-teman yang
cerdas, teman-teman yang kompetitif, teman-teman yang terbuka dan mampu diajak
diskusi adalah serangakain dari sekian banyaknya pengalaman berharga bagi
penulis.
Tak kalah jauh lebih menarik,
pengalaman penulis yang menjadi saksi bagaimana para pengajar yang pintar dan
ahli mentransfer ilmu mereka pada penulis sebagai salah satu mahasiswanya. uniknya,
penulis selalu ingat momen-momen seru, memalukan, serta menginspirasi dan
menggugah kesadaran. Salah satu contohnya adalah ketika pertama kali
bersentuhan dengan Philosophy of language
yang dipaparkan oleh salah satu dosen, Pak thomson.
Beliau dosen yang santay, lugas,
puitis sering kali filosofis bila menerangkan suatu materi, dengan perawakannya
yang tinggi, tubuh yang selalu tegap dan raut wajah yang selalu terlihat
berpikir membuat penulis terkadang merasa terintimidasi, dengan cara yang sulit
dijabarkan. Selain pengalaman mengenai filsafat bahasa yang diampu oleh beliau,
peneliti juga pernah mengalami pengalaman diajar mengenai pengantar penulisan penelitian, interpreting for conference dan copy editing.
Mata kuliah copy editing adalah
salah satu pengalaman yang memalukan bagi penulis, karena penulis di mata
kuliah itu, kurang lincah serta kurang siap ketika datang hari dimana pengujian
dari sejumlah pengetahuan penulis dalam memaparkan materi, topik serta ide dari
suatu penugasan yang diberikan beliau, but, well that’s why I always try to
make some effort to improve my capacity or knowledge about it, in specific and
generally either to that subject or for another.
Pengalaman lain adalah ketika
pertama kali bertemu dengan Ibu Sri, beliau, seorang dosen perempuan yang
sangat komunikatif, pembawaannya yang santay, diksi-diksi yang sering kali
keluar dari paparan beliau adalah diksi-diksi yang unik, dengan gaya dan
gesturenya saat berbicara, persis orang-orang yang sering penulis lihat di
seminar-seminar TED, cerdas, salah satu dosen yang briliant.
Salah satu mata kuliah yang diampu beliau
adalah creative writing, bagi penulis
it such a great experience about how we make some strategic to compos words
into sequence level that make our writing more alive or gergeous and coherence.
Kemudian, beberapa pengalam penulis dengan beliau yang mengampu mata kuliah morphosyntax, research methodology, serta research
writing preparation adalah pengalaman-pengalaman yang bisa menggugah
kesadaran dan menambah pengetahuan bagi penulis.
Yang paling berpengaruh pengalamannya
bagi penulis ada pada saat beliau mengampu mata kuliah research methodology dan mata kuliah research writing preparation, disana, peneliti diarahkan dan
diberikan pengetahuan yang luas dan terarah, strict pada ketentuan-ketentuan
khusus, dan mengenai seluk beluk komposisi dari bagaimana suatu paper
penelitian itu disusun secara sistematis, terstruktur secara taktis dan berkesinambungan
dari A sampai Z, bagaimana cara menulis pendahuluan, memformulasikan pertanyaan
dan tujuan penelitian, membatasi masalah, pengkajian pustaka serta menentukan
pendekatan dari metoda apa yang akan dipilih oleh calon peneliti untuk
memecahkan masalah penelitiannya. Beliau, Ibu yang selalu menyenangkan untuk
diajak diskusi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan dunia akademis.
Selanjutnya, pengalaman penulis
diajar oleh the one and only, dosen paling rock n roll, Mr. Satria Raditiyanto,
dosen yang sangat santay dan selalu melepaskan jarak kepada mahasiswanya
sebagai pendekatan intrapersonalnya kepada para mahasiswa. Satu slogan yang
selalu terngiang-ngiang adalah ujaran “Don’t
worry, I’ll give you A,” hihihi, Mr, you are savage one! You are the most
dosen who's easy to approach. Thanks, Sir for your time.
Kemudian, ada Ibu Nanan
Kandagasari, pertama kali mengenal beliau, pribadinya yang keibuan serta cukup
berwibawa membuat penulis tidak merasa kikuk atau takut untuk bertanya dan
berbincang mengenai beberap mata kuliah yang diampu beliau, seperti morphology,
functional grammar, academic writing dan translation for literature work, cara
mengajarnya yang sabar, perlahan, mudah menyesuaikan dengan kebutuhan
mahasiswanya, benar-benar pengalaman luar biasa, cara beliau menyampaikan
materi-materi yang menurut penulis rasa cukup rumit, bisa dibuatnya mudah.
Sebagai contoh, mata kuliah functional grammar, suatu ilmu yang digagas
Halliday ditransfer ibu nanan dengan cukup sederhana, sehingga membuat penulis
tidak terlalu merasa pusing dengan istilah-istilah yang memiliki fungsi yang
sama pada gramar-gramar yang konvensional. Keep it on Bu! And thank you for the
job that you gave me to teach a student about english, hihih, passive income
for me.
Diurutan selanjutnya, ada Ibu
Mutiara, diajar dan memiliki pengalaman dididik Ibu yang satu ini sangat unik,
pertama kali bertemu, wuuuhhh, atmosfer intimidasi sangat terasa, badan beliau
yang tinggi, tegap, tatapan yang tajam, dan gaya bicara tegas dan lugas,
membuat penulis ketar-ketir, merasa takut, itulah pengalaman saat pertama kalinya
penulis bertemu Ibu mutiara di mata kuliah phonology atau pronounciation. Mata kuliah-mata
kuliah selanjutnya yang diampu Ibu adalah cross
cultural understanding, english for
tourism and hospitality, psycholingusitic, interpretating for conference and
english for business.
Yang menarik dari gaya mengajar
beliau adalah pendekatan yang dilakukan beliau cukup berbeda dengan kebanyakan
dosen di kampus, khususnya dosen sastra inggris. Metode praktikal yang
diterapkan beliau selalu membumikan mata kuliahnya pada kejadian sehari-hari,
bahkan yang disasar beliau pada mata kuliah english
for tourism and hospitality lebih ke arah cross cultural understanding,
bagaimana kita memahami dan memaknai kejadian-kejadian yang perlu dianalisis
pada beberapa film yang beliau sarankan untuk ditonton.
Beberapa film itu mengisahkan isu
rasialisme, hirarki, politik, dan ekonomi. Sekalipun beliau dikenal sebagai
dosen yang keras serta kritis, beliau sangat mengayomi dan sangat ramah diluar
kelas. Tak jarang beliau sering menagajak penulis berdiskusi tentang pengalaman
hidup sehari-hari, bertukar pikiran atas problema yang dihadapi selama mengajar
ataupun saat menghadapi permasalahan hidup. Ibu, adalah orang yang sangat luwes
dan cair bila berada diluar kelas. Salah satu dosen yang selau memotivasi
mahasiswanya untuk kritis sekaligus mendorong kami termasuk penulis untuk terus
bersemangat dalam hidup, khususnya di kampus.
Dapat jempol atau dipuji pintar
oleh beliau jadi semacam prestasi bagi siapapun, karena beliau adalah salah
satu dosen yang sulit untuk dibuat terpukau oleh mahasiswanya. Begitulah beliau,
tanpa kompromi, beliau selalu mendorong mahasiswanya untuk selalu
berpengetahuan luas dan lincah dalam berpikir, keren, you’re savage, Ma’am.
Selanjutnya, penulis memiliki
pengalaman diajar oleh dosen baru, Mr. Gilang, cara dan gaya mengajar beliau
sangat teoritis, strict pada
ketentuan dan sangat terorganisir. Sekalipun begitu, beliau cukup mudah
mengikuti dan menyesuaikan dengan para mahasiwanya, dan selain pengalaman
diajar dengan beliau, penulis pribadi sering dibantu ketika ada beberapa
kendala dalam hal-hal yang terkait perijinan dan berkas-berkas administrasi
ketika hendak mengikuti kegiatan KKN. Selain itu pengalaman penulis diluar
kampus bersama beliau adalah kolaborasi dalam hal kegiatan yang penuh dengan
kreatifitas, yaitu bermusik. Well, good for us, Sir. Thank you for the
opportunity.
Dosen selanjutnya adalah Mr.
Arfian, beliau dosen baru yang ditugaskan untuk mengampu mata kuliah TOEFL dan
IELTS. Beliau tanpa kompromi, tegas, dan sellau menuntut komunikasi yang luwes
dan jelas. Terlepas dari itu, gaya mengajar beliau sangat sistematis,
terstruktur serta cukup bisa dibilang jenius, bagaiaman beliau merangkum
materi-materi TOEFL dengan strategi-strategi khusus untuk menyelesaikan
soal-soal TOEFL yang hanya berwaktu empat belas pertemuan saja. Suatu kalimat
yang selalu diingat penulis dari beliau adalah “ orang asia, biasanya, dalam
bertutur kata sering berputar-putar, kontras dengan cara berpikir orang-orang
barat.” Kalimat itu diucapkan beliau saat menerangkan mengenai hubungan
keluwesan dalam berbahasa inggris dan jumlah vocabulary yang dimiliki pada
setiap orang.
Dosen lain yang menarik adalah
Almarhum Pak Dadan, beliau dosen yang sangat cair, humoris, santay, sekaligus
cerdas. Banyaknya pengetahuan beliau mengenai sejarah literature, uniknya cara
beliau mengajar, memdorong mahasiswanya untuk kreatif, kritis, dan idealis,
bahkan, belakangan sebelum beliau meninggal, penulis sering berdiskusi mengenai
filsafat dan karya sastra. Rest in peace, Sir, semoga amal ibadahmu diterima
Allah SWT, aamiin.
Yang terakhir dan yang tak kalah
penting adalah dosen yang satu ini, Ibu heni. Beliau, salah satu dosen yang
juga sabar dalam mengajar, calm
pembawaannya, namun ringkas serta padat paparannya. Diajari beliau mengenai grammar, advance grammar, sociolingusitics,
dan mata kuliah yang paling penulis suka, discourse
analysis and pragmatics. Sebelum penulis masuk semester tujuh dan delapan,
penulis pernah beberapa kali diskusi mengenai filsafat dan moral pada beliau,
bahkan bila merasa tertarik dengan isi diskusinya tak jarang beliau menjawab
lewat telepon. Seperti dengan Ibu Mutiara, dipuji beliau, menjadi semacam
prestasi luar biasa atau pencapaian yang bisa membooster mood, yap, tidak lain
dan bukan karena beliau sangat pintar, cerdas juga kritis, bahkan di kelas,
penulis sering berdebat atau saling bertukar tanya mengenai isu-isu yang
dibahas dikelas, feminisme, politik, moral, filsafat dan beberapa hal yang
bersifat teoritis.
Pengalaman penulis dengan beliau
tidak sampai disana, penulis, memilih beliau sebagai pembimbing untuk membantu
penulis menyusun usulan proposal untuk tugas akhir. Selama masa pembimbingan,
cara beliau yang kritis, metodis, serta filososfis, menuntun peniliti memeriksa
kembali cara berpikir penulis dalam menyampaikan pikiran penulis dalam bentuk
tulisan, cara beliau mirip cara socrates di pasar kota athena, yang mempertanyakan
ulang apa yang diyakini banyak orang.
Persis seperti itu beliau
membimbing penulis, mempertanyakan ulang apa yang penulis yakini, hingga
penulis merasa ragu dan menyadari bahwa penulis telah keliru terhadap apa yang
penulis yakini dalam penulisan usulan tugas akhir.
Dibimbing beliau, membuat penulis
menjadi jauh lebih kritis dan lebih membumi dalam menulis, seringkali beliau
berujar “sederhanakan Reza, Ibu tau Reza pinter, tapi buat semua yang Reza
tulis jadi mudah dipahami oleh orang yang tak paham.” Boom, permintaan yang
sulit sekaligus menantang bagi penulis, setiap bertemu saat bimbingan, penulis
selalu meminta untuk dikoreksi dan dikritik mengenai cara penulis menulis,
sampai beliau mengacungkan jempol dan mengatakan “Good” atau “Smart,” that’s it
was a hard thing to do. But eventually, penulis sampai pada titik itu dan
merasa lega beliau mengatakan bahwa penulis sudah siap untuk diujikan
penelitiannya.
Pengalaman semasa pembimbingan,
bagi penulis adalah pengalaman dimana peniliti terbentur, terbentur lalu kemudian
terbentuk, umumnya secara kepribadian, khususnya secara penulisan. Thank you, Ma’am,
you are the best of the best.
Comments
Post a Comment