Semua orang konsumtif !
Setelah beresin How the world worksnya Noam Chomsky, kemudian tiba – tiba kelintas gitu dipikiran satu pertanyaan, jika semakin kaya orang semakin konsumtif apa yang tidak kaya berarti tidak konsumtif ?
Well, kayanya sekarang udah gak terlalu banyak perbedaan deh soal hal – hal yang gini, entah kelas masyrakat dengan tingkat ekonomi bawah, menengah hingga atas, kenapa ? karena jaman sekarang bukan krisis material lagi, tapi krisis eksistensial, itu lanjutannya krisis material dari tesisnya marx sama engels sampe ke tesisnya soren Kierkegaard ampe albert camus sama Jean paul Sartre .
Kalo kita lihat semua penghasilan dari kelas ekonomi manapun kita semua selalu masuk jurang rentang kesenjangan yang sama, soal mahzab konsumerisme .
Masalahnya yang tidak disadari banyak orang kadang – kadang mereka tidak sadar bahwa mereka korban tsukiyominya Madara sama Obita sama kaguya ( well ini musuhnya naruto shippuden ).
Ilusinya adalah bahwa keren adalah menjadi sepersis – persisnya apa yang mereka lihat di Tv, dan iklan – iklannya, secara tidak sadar mereka jika meminjam istilah Paulo freire “ menginternalisasi “ diri mereka sendiri pada apa yang mereka telah lihat , jadi konsumtif itu bukan cuman priveledgenya orang – orang kaya, tapi orang – orang yang notabene pernghasilannya yah pas – pasan juga mengalami itu .
yah balik lagi penyakit sosial yang disebut giris, satu kondisi dimana jika kita berbeda dengan lingkungan kita akan merasa asing dan terasing dengan sendirinya .
Ada gak solusinya buat masalah kaya gini ? ada … apa itu ? pendidikan, gak mesti masuk ke lembaga isntitusional milik Negara atau swasta yang obviously milik Negara juga karena yang negbangun warga Negara ini juga, but anyway maksudnya meskipun moralitas masyarakat menilai orang berpendidikan atau enggak masih dengan cara berpikir yang sempit bahwa mereka yang ngaku berpendidikan harus selalu ada bukti legimitasinya yang disebut ijasah, kalian jangan nyerah untuk tetap mendidik diri sendiri menjadi lebih berkarakter, kata gus mus sekalipun kita berhenti sekolah bukan berarti harus berenti belajar, pointnya pendidikan macam apa ath kalo gitu ?
Pendidikan yang menitik beratkan pendidikan pada diri sendiri, dengan terus menstimulasi diri kita untuk terus mau berfikir kritis, bukannya al-qur’an sendiri yang bilang bahwa dunia ini diciptakan untuk orang – orang yang berpikir .
Salah satu solusinya yah dengan banyak – banyak baca, google boleh gak ? boleh – boleh aja sih, cuman yah goblok aja kalo segala sesuatu nyerahin sama google, sekalipun banyak yang benernya, gak sedikit juga yang gak benernya .
Cobain buku deh, kita diarahin sama premis – premis si penulisnya dari awal hingga akhir, dan melalui membaca menjadikan kita jadi banyak tahu, kemudian menguak dan memporak porandakan semua daya jangkau cara berpikir kita yang sempit soal segalanya.
Tak jarang setelah banyak tahu tak sedikit dari kita akhirnya bisa lepas dari yang namanya belenggu perbudakan nafsu – nafsu liar konsumtif kita yang tanpa arah .
Yah meskipun banyak tahu itu menuntut rasa kepedulian yang tinggi pada apapun yang terjadi disekitar kita tapi yah, masa 2018 masih gitu – gitu aja …
emang bener sih bahwa ignorance is bliss but, ignorance juga berarti membodohkan diri dengan kesukarelaan .
Well, kayanya sekarang udah gak terlalu banyak perbedaan deh soal hal – hal yang gini, entah kelas masyrakat dengan tingkat ekonomi bawah, menengah hingga atas, kenapa ? karena jaman sekarang bukan krisis material lagi, tapi krisis eksistensial, itu lanjutannya krisis material dari tesisnya marx sama engels sampe ke tesisnya soren Kierkegaard ampe albert camus sama Jean paul Sartre .
Kalo kita lihat semua penghasilan dari kelas ekonomi manapun kita semua selalu masuk jurang rentang kesenjangan yang sama, soal mahzab konsumerisme .
Masalahnya yang tidak disadari banyak orang kadang – kadang mereka tidak sadar bahwa mereka korban tsukiyominya Madara sama Obita sama kaguya ( well ini musuhnya naruto shippuden ).
Ilusinya adalah bahwa keren adalah menjadi sepersis – persisnya apa yang mereka lihat di Tv, dan iklan – iklannya, secara tidak sadar mereka jika meminjam istilah Paulo freire “ menginternalisasi “ diri mereka sendiri pada apa yang mereka telah lihat , jadi konsumtif itu bukan cuman priveledgenya orang – orang kaya, tapi orang – orang yang notabene pernghasilannya yah pas – pasan juga mengalami itu .
yah balik lagi penyakit sosial yang disebut giris, satu kondisi dimana jika kita berbeda dengan lingkungan kita akan merasa asing dan terasing dengan sendirinya .
Ada gak solusinya buat masalah kaya gini ? ada … apa itu ? pendidikan, gak mesti masuk ke lembaga isntitusional milik Negara atau swasta yang obviously milik Negara juga karena yang negbangun warga Negara ini juga, but anyway maksudnya meskipun moralitas masyarakat menilai orang berpendidikan atau enggak masih dengan cara berpikir yang sempit bahwa mereka yang ngaku berpendidikan harus selalu ada bukti legimitasinya yang disebut ijasah, kalian jangan nyerah untuk tetap mendidik diri sendiri menjadi lebih berkarakter, kata gus mus sekalipun kita berhenti sekolah bukan berarti harus berenti belajar, pointnya pendidikan macam apa ath kalo gitu ?
Pendidikan yang menitik beratkan pendidikan pada diri sendiri, dengan terus menstimulasi diri kita untuk terus mau berfikir kritis, bukannya al-qur’an sendiri yang bilang bahwa dunia ini diciptakan untuk orang – orang yang berpikir .
Salah satu solusinya yah dengan banyak – banyak baca, google boleh gak ? boleh – boleh aja sih, cuman yah goblok aja kalo segala sesuatu nyerahin sama google, sekalipun banyak yang benernya, gak sedikit juga yang gak benernya .
Cobain buku deh, kita diarahin sama premis – premis si penulisnya dari awal hingga akhir, dan melalui membaca menjadikan kita jadi banyak tahu, kemudian menguak dan memporak porandakan semua daya jangkau cara berpikir kita yang sempit soal segalanya.
Tak jarang setelah banyak tahu tak sedikit dari kita akhirnya bisa lepas dari yang namanya belenggu perbudakan nafsu – nafsu liar konsumtif kita yang tanpa arah .
Yah meskipun banyak tahu itu menuntut rasa kepedulian yang tinggi pada apapun yang terjadi disekitar kita tapi yah, masa 2018 masih gitu – gitu aja …
emang bener sih bahwa ignorance is bliss but, ignorance juga berarti membodohkan diri dengan kesukarelaan .
Comments
Post a Comment