Suatu kali Bapak bilang “ Hewan itu berpikir, tapi tak berakal “, seriously ?

     Jadi satu hari entah kapan, bahkan mungkin hingga saya SMA saya masih sering bertanya – tanya ke Bapak kaya gini “ Pak, hewan ge pasti boga akal ah “ seru saya yakin pada Bapak, bapak bilang “ Hewan itu berpikir, tapi tidak berakal “ katanya kalem sambil menghembuskan asap djarum Coklatnya yang padat .

  Saya ngerasa gak puas dengan jawaban seperti itu, karena satu jawaban bisa dikatakan rasional jika jawaban itu melibatkan pemahaman yang dalam .
  Jadi saya berkesimpulan bahwa bapak tidak paham betul apa yang jadi pertanyaan dalam hidup saya yang serba rumit ini, akhirnya saya mulai banyak bikin research soal itu .

  And then, you know what, Suddenly I found the answers, jadi dulu sekali saya berfikir sebagai seorang yang bodoh yang gak sekolah ( mahasiswa ), bermodalkan suka baca buku doang, saya berasumsi bahwa saya yakin hewan itu juga berakal, alasannya karena saya pernah baca tentang teori butterfly effect .

  Apa itu teori butterfly effect, adalah satu kejadian yang berdampak pada kejadian lainya, di agama budha kita biasanya sebut ini karma, di islam kita sebut ini ganjaran ( either good or bad ), dan semua agama punya namanya sendiri - sendiri soal ini .

  Tapi, for your information kenapa teorinya disebut butterfly effect adalah karena ada cerita bahwa bahkan satu kepakan sayap kupu – kupu bisa menyebabkan badai Katrina di amerika utara sana

  Yah, jelas ini metapora yah, bahwa satu kejadian kecil bisa berdampak besar pada kejadian yang akan datang di masa depan, dan ternyata itu memang terbukti, saya baca satu jurnal makalah salah satu scientis keenamaan yang saya lupa lagi siapa namanya, ( saya baca nasional geographic yang ada di gramedia ), bahwa mereka melatih beberapa ekor kera di daerah hutan eropa lima bulan sebelum penelitian mereka selanjtnya ke afrika, untuk menguliti buah kelapa dengan batu yang dibuat agak runcing dan tajam hingga mereka mampu membelah kelapanya dan menikmati hasil usahanya .

  Hingga akhirnya lima bulan kemudian ketika sekumpulan ilmuan itu datang ke afrika mereka dengan takjub dan tak percaya bagaimana mungkin kera – kera di afrika ini, mampu melakukan hal yang telah mereka coba lakukan pada kera – kera yang ada di eropa lima bulan yang lalu padahal sebelumnya belum pernah ada ilmuan atau orang yang datang ke daerah pedalam afrika ini .

  Dari sinilah saya berasumsi bahwa hewan pun berakal, dirangsang oleh satu isyarat dari alam yang direfleksi oleh hewan – hewan ini sebagai firasat atau Ide, alam seolah – olah jadi salah satu pemain dalam transfer pengalaman yang dialami seluruh makhluk hidup yang ada di bumi untuk disebar luaskan informasinya melalui gelombang radiasi yang mereka sebar keseluruh alam, ( mirip jaringan internet gitu deh ).

  Kemudian saya fikir ini yang disebut insting, tapi saya ngerasa belum puas dengan hanya mengatakan bahwa itu murni insting, karena insting itu random, dan kata random berarti tidak terukur, bagi saya segala macam bentuk kejadian dan motif itu harus bisa diukur, biar apa ? biar masuk akal, tujuannya apa ? yah biar kita ilmiah gak mitos mulu .

  Gini deh seseorang bisa dikatakan Rasional jika seseorang benar – benar paham, dan karena alasan itulah paham berarti melibatkan perasaan dan kecerdasan kita untuk menginternalisasi diri kita pada satu kejadian yang kita visualisasi ke bentuk dalam satu konsep kajian tertentu .

  Terus ada yang nanya, konsep itu apa sih ? konsep itu  artinya, yaitu satu pengertian umum yang diabstraksikan dari pengertian – pengertian khusus ke suatu kejadian – kejadian khusus , ( masih acan ngarti ? ) sederhananya, satu bentuk ideal  kumpulan premis dari tiap – tiap gagasan – gagasan yang kita yakini . ( acan ngarti keneh ? ckckckcck )
  Which is, itu artinya paham itu berarti melibatkan diri sepenuhnya sekalipun itu hanya imajinasi .

  bentar – bentar sa, terus hubungan na jeung alam dan kera naon ? yah maksudnya alam itu memosisikan dirinya sebagai impuls pemberi sinyal dan para kera itu sebagai reseptor penerima sinyal .

  Nah disini saya akhirnya memutuskan untuk yakin sepenuhnya bahwa hewan itu berakal hanya saja tidak memiliki kecerdasan tingkat atas seperti yang dimilki para homo sapien erectus A.K.A manusia, apa itu ? ya ini kesadaran kritis itu kalo mereka punya kesadaran kritis bahaya juga bisa - bisa bikin kudeta mengulingkan kedigdayaan manusia sebagai penempat posisi pertama dari rantai makanan yg kita pelajari di sekolahan, hehehe saya jadi inget novel george orwell yang animal farm.

  Yang mana kemudian saya ketahui setelah banyak bikin research dari beberapa buku, bahwa akal instingtif mereka ini sebenarnya disebut kecerdasan perseptual sensoris, yang umunya juga dialami semua manusia di awal – awal masa pertumbuhan ( balita ) contohnya, ketika seorang balita menyaksikan balon yang tersangkut di dahan pohon, secara instingtif atau naluriah mereka akan mencari sesuatu benda disekitarnya untuk meraih atau bahkan melempari balon itu agar jatuh dan kembali kepelukan si balita tersebut .

  Jadi masih berpikir bahwa hewan itu tidak berakal ? karena menurut saya ketika kita berpikir bahwa hewan itu tidak berakal berarti kita sedang terang – terangan menghina Tuhan, kan kata Einsten Tuhan itu tidak bermain dadu .

What if coincidence was calculated by god ? and actually we don’t know anything about god , right ?

Comments

Popular posts from this blog

"Pemrograman sebagai Filsafat Bahasa Tingkat Tinggi: Perspektif Seorang Lulusan Sastra Inggris yang Terjun ke Dunia Teknologi"

Komputasi, Lingustik, dan Dasein ala Heidegger

Terbentur, terbentur kemudian terbentuk: the experiences of daily activites at UKRI