when the man with asperger think about third theorys of newton

hmm.. and here we are again, Semua autis menerjemahkan apa yang dilihatnya dengan logika yang rumit dan secara harfiah, which means kita akan sibuk dengan segala macam penguraian dari tiap probabilitas kemungkinan – kemungkinan kenapa itu terjadi, in the other word kita  gak capable nerjemahin ambiguitas, karena menurut species kita, apa aspek fundamental  landasan prinsipil dan moralnya banyak orang suka bohong ? banyak orang pura – pura ?
  jadi jiga naha sih kudu bohong ? urg gak ngomongin dosa itu mah urusan Tuhan lah, urg ngomongin soal logikanya, Why and How kitu tah .

  Yah bukan hanya apa yang kita lihat saja kita coba urai dengan segala macam teori dan ukuran – ukuran etika deontologinya Immanuel kant, tapi apapun yang kita rasakan juga diterjemahkan dengan cara yang sama , persis sama pake pendekatan – pendekatan tesisnya Sigmund freud psikoanalisis .

  Kebohongan yang kita buat untuk membuat kita merasa lebih baik disebut rasionalisasi, dan kebohongan yang dibuat untuk membuat orang lain merasa lebih baik disebut White lies atau bohong putih .

  Apa yang menurut kalian baik buat spesies kita belum tentu baik dihadapan sepesies kita, makanya orang bikin satu sistem yang disebut komunikasi tujuannya apa ? supaya orang gak perlu bohong.

  Spesies kita punya toleransi yang rendah terhadap kepura – puraan dan kepalsuan makanya bangsa kita itu cenderung akan bilang gak suka yah ketika gak suka, dan gak bisa ketika gak bisa .

  Autis itu bukan goblok, bukan idiot juga bodoh, mereka cenderung kritis, kalian bisa saja sebut kita pundung, sensi, gampang tersinggung dan lain sebagainya, bukan, kami cenderung memaknai landasan filosofisnya, landasan prinsipilnya, landasan moralnya itu apa, kenapa kalian bertingkah begitu bermakna ganda, itu doang …

  Urang sadar betul bahwa setiap aksi menimbulkan konsekuensi relate banget dengan teori newton no 3 aksi dan reaksi .

  tapi pikir sekali lagi, apakah bohong, menutupi sesuatu dan diam tidak menimbulkan konsekuensi apapun ? coy semua ada konsekuensinya .

  Dan yah sekali lagi, mungkin bohong dan mengrasionalisasi sesuatu itu meminimalisir kehancuran, tapi yang namanya ancur yah ancur mau gede mau kecil, yang namanya hancur yah hancur .

Yah tapi kan mending kalo hancurnya kecil dari pada gede, hey idiot ! setelah semua yang utuh kemudian hancur lebur dan dipunggut kepingannya kemudian disulam kembali menjadi satu kesatuan, apa tidak menyisakan retak ? think about it, retak mang, retak …

  Jadi please jangan naïf, urang ngerusak sistem, urang memberontak, urang membenci aturan – aturan, itu semua tujuannya untuk mengganti apa yang sering dipuja masyarakat soal kepalsuan dan kepura – puraan .

  Dan itu cukup sederhana, katakan kebenaran dan soal kenyataan yang jujur, disemaraknya semua terang dalam jalan yang begitu gelap.
  Dan apa yang terjadi yah terjadi, apa yang akan terjadi yah harus terjadi, gak perlu jadi pengecut dengan bilang, resikonya gede dan lain – lain sebagainya, semuanya juga resiko .

  Kalo kalian gak mau bikin kesalahan karena tahu betul bahwa kesalahan mengakibatkan konsekuensi besar, yah udah berenti hidup, gak bisa kan, nah itu pathetic hypocrite teh kitu .

  Ah sudahlah … yang jelas, semuanya gak akan pernah lagi sama, yah kita cukup sadari bahwa that’s always everybody guilt, every body lie, and then everybody die.

  Dan sadarilah rupanya beda dan special itu gak ada, mereka akan terlihat seperti itu jika kita tidak mencoba merengkuh objek itu dari dekat, cukup dari jauh dan memandanginya saja . yah itu sudah lebih dari cukup .

Comments

Popular posts from this blog

"Pemrograman sebagai Filsafat Bahasa Tingkat Tinggi: Perspektif Seorang Lulusan Sastra Inggris yang Terjun ke Dunia Teknologi"

Komputasi, Lingustik, dan Dasein ala Heidegger

Terbentur, terbentur kemudian terbentuk: the experiences of daily activites at UKRI