Stereotipe “Sesat” Filsafat, Kasus Rocky Gerung dan Relevansi Karya fiksi George Orwel 1984



 Seyogyanya filsafat memang ditujukan untuk mereka yang kemampuan kapasitas otaknya diatas 90 atau iq diatas 100, karena pengetahuan, wawasan dan daya pikir nalar imajinatif dan paradigmatiknya sudah pasti akan sampai pada titik isi filsafatnya itu sendiri, menurut saya demikian, maka berdasarkan argument diatas itulah saya katakan bahwa ketika banyak orang yang mengatakan bahwa filsafat itu sesat, jangan belajar filsafat karena bakal gila adalah orang-orang yang memang kepasitas kecerdasan otaknya di bawah 90 atau mentok di 90 dengan kata lain saya bisa bilang orang-orang itu sesat pikir alias dungu.

            Mereka mungkin orang-orang yang memang natural bodoh karena mempercayai mitos dari stereotype yang dilekatkan pada filsafat sedang mereka sendiri tidak memahami makna sesungguhnya dari blaming masyarakat itu sendiri, atau kedua mereka orang-orang yang pernah belajar filsafat namun karena dendam dan tak mampu memhami filsafat akhirnya mengajak orang-orang untuk tidak belajar filsafat, dengan argument di atas tadi bisa bikin “gila” padahal yang gila dan sesat ya mereka karena gak selesai belajarnya.

            Sekarang saya bantah ya argumennya, kalo filsafat itu bikin sesat sebenernya matematika praktis yang sederhana juga bisa bikin sesat, kalo apa ? kalo kita gak selesai belajarnya dan gak paham atas materi pembelajarannya.

            Nah dengan dalil di atas bisa saya katakan bahwa seharusnya mereka yang mengatakan filsafat demikian itu menyelesaikan pelajaran filsafatnya atau buku bacaan filsafatnya agar tidak gagal paham alias mengerti dan tidak akan mengatakan filsafat itu sesat.

            Kemudian ada pertanyaan, apa itu filsafat ? kalo pake artian saya, filsafat itu adalah ilmu hakekat, substansi atau inti fundamental dari sesuatu yang kita cari dari sesuatu yang kita kaji.
tapi jika menggunakan artian secara harfiah kata per kata dari filsafat itu sendiri artinya dua, philo dan Sophia, artinya orang yang mencintai kebijaksaan yang kemudian dirubah menjadi ilmu kebijaksanaan.

            Nah sekarang coba kalian tanya pada orang-orang yang sesat pikir atau orang-orang yang sering bilang bahwa filsafat itu sesat soal filsafat, mereka akan gagu, karena bahkan mereka gak paham atas tuduhannya itu sendiri.

            Karena dasarnya seseorang menuduh sesuatu itu berdasarkan karena dia paham atas apa yang dituduhkannya, bukan semata-mata hanya ada kepentingan pribadi bahwa hidup tidak memikirkan apapun itu lebih menyenangkan, yah memang betul bahkan ada istilah ignorance is bliss tapi kata Socrates, hidup yang tidak pernah dipertanyakan adalah hidup yang tidak layak dijalani.


            Banyak sekali ayat dalam alquran yang mengatakan bahwa dunia ini diciptakan bagi orang-orang yang berpikir, so on so on deh isinya, pokonya banyak sekali ayat-ayat dalam alquran yang menerangkan tentang orang-orang yang harus berpikir.

            Nah berarti berdasarkan premis ini, maka mutlak lah bahwa beragama harus menggunakan logic atau akal sehat, karena berulang kali bahkan alquran mengatakan demikian pada para manusia.
nah kemudian biasanya orang akhirnya berada pada situasi berpikir ketika dia merasa kebingungan atau merasa terganggu akal sehatnya karena melihat kejadian disekitarnya, disanalah kemudian timbul kuriositas/rasa penasaran karena sejatinya seseorang belum berilmu jika dia belum ragu.

            Kenapa orang itu berpikir ? karena menurutnya ada yang tidak selaras antara pernyataan dengan kenyataan yang dilihatnya maka sesuatu dikatakan logis ketika pernyataan sesuai dengan kenyataan, itu hukum mutlak sesuatu dikatakan logis atau masuk akal.

            Logika adalah salah satu cabang ilmu dari filsafat, siapa penggagasnya ? Aristoteles, siapa aristoteles ? muridnya plato, siapa plato ? muridnya Socrates, nah sampai disini kita bakal ketemu dan membahas filsafat, karena tiga tokoh yang saya sebut itu adalah tokoh-tokoh filsuf besar yunani.

            Cukup yah intermezzonya, kita masuk langsung pak eko ke kajiannya, soal kasus rocky gerung and then here we are.

            “ Bila diksi itu adalah energy untuk mengaktifkan imajinasi maka kitab suci adalah fiksi “, kalimat itu diungkap narasumber di forum ILC dalam judul diskusi Jokowiprabowoberbalaspantun, narasi yang dibawa adalah menepis premis yang dibawa prabowo yang mengatakan bahwa Indonesia akan bubar tahun 2030, resensi sumber-sumbernya dari beberapa buku ekonomi, poltik dan karya-karya fiksi ilmiah lainya, salah satunya adalah ghost fleet.

            Kemudian gara-gara rujukan yang diambil dari karya fiksi banyak orang yang menertawakan prabowo dan menyinyirinya karena percaya pada fiksi, padahal menurut prabowo karya fiksi yang ditulis oleh mantan anggota militer barat itu didasarkan pada teknik-teknik prediksi statistik yang juga pernah dilakukan oleh prabowo ketika meramalkan bawa timur-timur akan lepas dari Indonesia.

            Sebenarnya kalo kita mau lebih kritis pada semua karya fiksi sebenarnya tidak semua fiksi itu benar-benar sepenuhnya konten di dalamnya penuh dengan imajinasi, tetapi juga ada yang diambil berdasarkan kejadian-kejadian nyata, namun karena takutnya penulis karena satu dan lain hal mereka melakukan metapora atau analogi yang serupa ditulis secara implisit tidak gamblang pada para pembaca, tujuannya untuk menghindari delik yang timbul ke permukaan gara-gara asumsi yang terburu-buru.

            Saya kasih contoh, karya karya pramoedya ananta toer dan George orwell salah satu contohnya, mereka menuliskan kejadian dan fakta hari ini dengan gaya mereka, dengan tekhnik penulisan naratif yang imajinatif atau alternatif satir dan sarakasme melalui cerita fiksi untuk menyindir pemerintah dan menyadarkan masyarakat.

            Fiksi artiannya menurut kbbi mengawang, dongeng, mitos atau khayalan. (kearifan local)
            Fiktif artianya menurut kbbi bohong, rekaan, atau kepura-puraan/jauh dari kenyataan.

            Kosa kata bahasa Indonesia sebenarnya tidak mampu dan belum cukup bisa mewakili konsep-konsep diksi filosofis, maka sering kali orang2 yang membaca dan mempelajari filsafat dengan kesungguhan selalu menganggap bahwa bahasa Indonesia itu padanannya tidak mampu menjangkau spectrum diksi yang diambil dari bahasa greek,jerman atau latin dengan cukup baik atau pas.

            Maka kadang-kadang para intelektual akademis sering menggunakan definisi lain, boleh gak sih bikin definisi baru ? boleh banget, rujukannya pake rumus logika silogisme implikasi, rumusnya antara lain adalah “Bila” dan “Maka” simbolnya adalah ini r ) q = p
            R artinya proposisi mayor dari subjek yang didiskusikan, q adalah proposisi minor dari predikat yang didiskusikan, dan P adalah konklusi/ konsekuensi atau kesimpulan dari rumusan diatas .

            Jadi ( R ) q ) = P  jika dibahasakan artinya menjadi jika R itu demikian Maka q itu demikian.
yang seperti ini disebut logika silogisme implikasi hipotetik, jadi situasinya hipotesa, boleh gak dibantah ? boleh banget kalo mau percaya silahkan kalo mau tidak juga silahkan .

            Nah berdasarkan rumus ini seharusnya orang gak perlu ribut masalah itu, cukup kalo premisnya suka terima gak suka ya gak usah diterima, cukup sesederhana itu, ini bagaimana mungkin orang mengadili idea/gagasan bahkan nantinya terdakwanya bisa dikatakan rumus silogisme, kan dungu.

            Kemudian pikiran itu diadili, dan menyeret kita pada situasi bahwa kita tidak boleh berpikir karena jika berpikir kita akan ditangkap, mirip sekali suasana atmosfer ketegangan ini dengan salah satu karya fiksi karangan George orwel 1984, ketika pikiran itu harus diselaraskan dipaksa untuk mengkomsumsi doktrin-doktrin penguasa (Bung besar).

            Sampai disini saja, kalian paham gak seluruh isi tulisan saya ? kalo kalian gak paham bukan saya yang salah, tapi standar bahasa filsafat memang demikian,


            Ketika para sofistik menyebarkan ke paralogismeannya itu pada masyarakat awam yang mulai hendak bertali kasih dengan filsafat itu bertemu, orang jadi tidak enggan belajar filsafat karena keburu terpengaruh atas reaksi orang-orang dungu yang ketakutan atau kalah oleh daya fikir filsafat.

            Akhirnya ketika kasus rocky gerung riuh gaduh di permukaan mereka kesulitan memahami soal – soal yang sifatnya memang paradigmatic, atau jika menggunakan istilah epistomologi pendidikan dikatakan sesuatu yang sifatnya sudah sangat pedagogic.

            Masalahnya sekarang bahkan para intelektual yang ada di media masa sekarang tak kalah jauh dungunya dengan masyarakat pada umumnya, tak mampu memahami idea-idea dari premis-premis filsafat.

            Gini maksud saya, justru pernyataan Rocky gerung itu bermakna cukup relijius,kenapa ? karena memang benar bahwa beberapa kondisi yang di ceritakan kitab mana pun soal surga dan neraka, atau alam kubur pun memang menggunakan imajinasi bersamaan ketika kita larut dalam imajinasi kita atas tafsir dari apa yang kita baca, maka timbulah rasa senang jika membayangkan surga dan rasa takut jika membayangkan neraka, timbulah iman yang semakin kuat dan yakin pada hari pembalasan yang dikatakan semua kitab suci, nah sampai  disini harusnya kalian paham, soal fiksi dan fiktif.

            Nah kemudian pertanyaannya, kenapa Rocky gerung harus ditangkap pemerintah, sebenarnya kasus Rocky ini sudah lewat dari satu tahun yang lalu, bahkan memang mandeg karena tidak ada dalilnya menghakimi ide atau pemikiran, toh bahkan tidak jelas agama mana yang disinggung, kitab suci mana yang disebut kan gak ada.

            Ini murni ada muatan politis, karena Rocky gerung orang yang Vokal sekali mengkritik habis-habisan rezim ini dan punya pengaruh besar untuk mencerdaskan bangsa maka dia harus ditangkap.

            Karena meskipun dalam UUD 45 negara itu wajib memfasilitasi dan mencerdaskan kehidupan bangsa faktanya penguasa takut jika rakyat itu kritis karena semakin tinggi eskalasi demonstarasi rakyat pada pemerintah berbanding lurus dengan kekecewaan rakyat pada pemerintah.

            Jadi sosok Rocky gerung ini, adalah sosok intelektual yang mirip dengan julien benda yang ketika itu di jerman banyak orang mendukung gerakan Nazi yang di pimpin hitler itu semakin popular bahkan julien benda itu sendiri menyinyiri dan mengkritik habis-habisan pemerintahan nazi dan para “pelacur” intelektual disana,karena berpihak pada kebiadaban dan membenarkan apa yang dilakukannya dengan ilmu-ilmu akademis mereka, apa judul bukunya ? pengkhianatan kaum cendikiawan.

            Nah Rocky gerung ini mirip julien benda dalam satu sisi sedang sisi lainya adalah Socrates yang sering turun ke pasar mempertanyakan hidup kepada mereka pencari kemapanan, yang kemudian harus menenggak racun atas hukuman dari tuduhan menyesatkan kaum muda yang salah satunya adalah berhenti para kaum muda menyembah berhala.

            Sepertinya Rocky sadar betul jika perubahan kualitas secara kolektif tidak bisa dirubah arah pikirannya lewat jalur penguasa, maka lewat jalur rakyat biasa lah dia datang.
sejatinya perdaban sering kali tidak tumbuh secara hierarkis dalam struktur hegemoni yang paling atas (penguasa), karena mereka sebenarnya enggan atau terpaksa untuk menolak perubahan karena kompromi dan tetap berdiri pada status quonya.

            Maka para intelektual sering turun mencerdaskan bangsa ke jalanan atau pasar atau juga kampus, persis seperti yang dilakukan nietzche, karl marx, Paulo freire, sampai ivan illyich. Ya itu tadi revolusi perubahan total karena sudah muak dengan segala macam kegemparan dan ketidak tenangan dalam berdemokrasi hari-hari ini.

            Nih saya kasih tahu beberapa hal soal setelah belajar filsafat pun kita tidak bisa tiba-tiba berhenti, karena wajib melengkapi kepiawaian kita ketika berargumen menggunakan retorika filsafat dengan memenuhi instrument lain sebagai senjata, apa itu ? buku-buku logika, hermeneutika, psikologi, semiotika dan linguistic. Mamam tuh !

            So sebagai penutup saya akan bela sepenuhnya filsafat karena filsafat itu akal sehat atau kewarasan bukan sebaliknya, maka saya akan kuti apa yang sering dikatakan Rocky gerung soal filsafat. Yang isinya demikian :

            “ Filsafat itu memang menyesatkan, tapi menyesatkan kita pada jalan yang benar “.

Wassalammualaikum warrohmatullahi wabarrokatuh. 

Comments

Popular posts from this blog

"Pemrograman sebagai Filsafat Bahasa Tingkat Tinggi: Perspektif Seorang Lulusan Sastra Inggris yang Terjun ke Dunia Teknologi"

Komputasi, Lingustik, dan Dasein ala Heidegger

Terbentur, terbentur kemudian terbentuk: the experiences of daily activites at UKRI