World and everywhere fallacies


Ok, pertama saya agak jemu juga ya kalo sering dibilang bahwa saya tidak sopan, sombong, dan tak beretika, tapi toh saya paham bahwa reaksi mereka pada apa yang entah mereka baca dari apa yang saya tulis atau beberapa ucapan dan tindakan saya di dasarkan pada ketidak tahuaan, maka saya maklumi penyakit khas orang-orang yang berpikir dangkal.

            Pertanyaannya, kenapa orang berpikir dangkal ? cuman tiga alasannya, pertama minim konsepsi, dua minim diksi which is itu impact dari history literacy ya, ketiga kurang pengetahuan dan ilmu.
Sopan tidak sopan itu soal sikap dari refleksi cara berpikir, yang mana itu juga soal menghormati atau tidak menghormati.

            Biar saya garis bawahi ya, penghormatan atas orang lain seharusnya di dasarkan pada dua hal, pertama kita respect pada achievement orang yang kita hormati atas goals yang mereka akhirnya capai, yang mana goals ini adalah apa yang di idam-idamkan banyak orang.
            Yang kedua adalah karena kita merasa takut pada orang yang harus kita hormati, so dengan dua point diatas jika kedua syarat itu tidak saya lihat maka saya tak perlu repot-repot menghormati orang lain, saya cukup hanya menghargai eksistensinya saja sebagai wujud dari realitas yang nyata yang berupa dan yang berbentuk manusia.

            Nah, menghargai berhubungan dengan etika, yah basa-basi itu juga point menghargai, menyapa atau tidak menyapa juga adalah point menghargai, tapi semua itu tidak ada hubungannya dengan sentiment suka atau tidak suka, karena dimensi suka tidak suka lain lagi urusannya, itu ranah watak, sedang harga menghargai ranah kepribadian.

            Das sollen itu istilah bahasa filsafatnya orang jerman, Heidegger bilang itu nilai seharusnya, maka kepribadian masuk ke ranah dimensi das sollen, sedang watak termasuk pada ranah dimensi das sein yaitu sesuatu yang pada kenyataannya seperti itu  , watak itu salah satu attitude yang terbangun karena pengalaman seseorang pada satu kejadian-kejadian yang dialami seseorang.

            Saya punya prinsip bahwa that everybody lies, jadi saya selalu bertingkah dan bersikap pada orang seadanya, sesuai dengan kehendak dan kemauan saya, tanpa perlu didikte orang.
kemudian kata sombong yang sering dilontarkan mereka sebenarnya kurang cocok disematkan pada saya, karena kata sombong itu artinya dalam konsep yang benar adalah menampilkan sesuatu secara ekspoitatif yang padahal apa yang ditampilkan dengan sedemikian eksploitatif tersebut sudah banyak dimiliki atau dicapai orang.

            Dan apa yang saya lakukan bukanlah kesombongan namun kearoganan, arogan dengan sombong itu beda, arogan itu berarti bangga pada apa yang kita punya karena sadar bahwa orang lain belum tentu mampu memiliki apa yang kita punya.

            Yang menarik dari sekian banyak orang, ada satu orang yang nampak menunjukan kesesatan berpikir tentang satu narasi atau idiom yang dibawa, dengan anggapan bahwa quotation tersebut adalah cerdas padahal justru sebaliknya buat yang bikin itu kuot, gini nih bunyinya “ Pamer boleh, norak jangan” see ? did you see ?

            Gini nih, saya bawa dulu semuanya kearah abstraksi konsep soal pamer ya? Pamer itu satu kondisi dimana kita memperlihatkan, menampilkan atau bahkan memasarkan secara terbuka dan terang-terang apa yang hendak kita perlihatkan, entah itu bakat, prestasi, barang, pacar atau apapun itu maka kita sepakati bahwa itu adalah pamer, tujuannya apa ? untuk ngasih tahu kebanyak orang bahwa kita bangga pada sesuatu yang kita punya,promosi dan salah satu cara untuk memproklamirkan soal eksistensi kita dan pamer biasanya dilakukan dengan cara yang cukup wajar dan persuasif.

            Tapi dampak dari pamer bisa jadi dua point bagi orang yang fair dan waras jiwa sama akalnya, mereka akan senang-senang saja dan bahkan merasa ikut bahagia meski tidak terlibat secara langsung, dan orang-orang seperti ini adalah contoh-contoh dari orang-orang yang supportif dalam hidup.

            Tapi pamer juga rupanya diartikan berlainan oleh orang yang iri pada sesuatu yang kita punya, karena sadar mereka tak mampu atau belum memiliki apa yang bisa mereka pamerkan juga, maka orang-orang macem ini biasanya cenderung nyinyir pada orang-orang yang pamer, wajar orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang termarjinalkan karena ketidak tahuan atau rasa pesimisme yang terlalu menumpuk pada dirinya sendiri dan merasa bingung untuk memecahkan masalahnya sendiri maka satu-satunya reaksi yang di dapat oleh orang-orang macam ini ya cuman iri sama dengki.

           
            Yah kalo saya pikir-pikir rasa iri itu berangkat dari ketidak mampuannya dia untuk berubah karena terlanjur basah menjadi pribadi yang selama ini dia geluti tapi pura-pura atau terlalu malu untuk berubah perlahan-lahan karena takut akan penghakiman lingkungan sekitarnya.

            Kadang-kadang saya berpikir kebanyakan orang-orang itu mainnya ya sama temen-temen kerjanya aja, dan ketemu lagi di tempat kerja apa gak membosankan tuh? Ngobrolin hal yang sama berulang-ulang, itu membosankan banget, makanya ketika orang lain punya prestasi atau apapun yang layak dipamerkan mereka akan merasa kurang enak hati melihatnya, karena sadar betul seandainya orang yang mungkin menurutnya harusnya memiliki rutinitas hidup yang sama denganya bisa lebih hidup dari pada dirinya karena rupanya punya rutinitas lain di luar rutinitas yang dia ketahui.

            Nah, terus norak itu apa ? norak itu juga pamer-pamer juga yang membedakan adalah makna konotasi menjadi denotasi dari pamer, bahkan yang lebih parah kata norak itu sendiri juga jadi lebih buruk, karena digeser maknanya pada sesuatu yang bernilai negatif, padahal norak itu adalah pamer dengan cara yang nyentrik yang tujuannya sama promosi atau menarik perhatian orang lain, jelas akan dikatakan norak karena apa yang ditampilkan diluar dari kewajaran yang mereka tahu dan pahami, padahal kewajaran itu adalah kewajaran yang sebenarnya bukan kewajaran objektif tapi murni subjektif, karena point wajar dan tidak wajar seseorang berdasrkan nilai-nilai yang diambil dari sesuatu kompromi umum, tapi boleh gak seseorang memamerkan sesuatu dengan cara yang tidak wajar ?
            Menurut saya boleh, karena itu dilindungi undang-undang, soal hak, toh ketidak wajaran promosi tujuannya hanya untuk menarik perhatian saja.

            Jadi menurut orang itu seolah-olah pamer dan norak adalah dua hal yang berbeda, dungu, padahal ya itu, itu-itu juga, tolol minta ampun.

             So sebagai penutup saya mau bikin simulasi deh.
Supplier : bu saya mau menawarkan varian oreo baru dengan rasa ekstrak manggis yang ada kulitnya, selain itu keunggulan dari oreo varian baru ini, adalah pertama kali diciptakan di dunia, kami yakin varian oreo terbaru ini akan laku keras bila di jual di warung ibu, yang notabene dekat dengan anak-anak sekolahan dari sd sampai sma, gimana ibu mau ?

Ibu warung : Hey nak, Pamer boleh, norak jangan !. wkwkwkwkwkwkwk (geus cape-cape)

Comments

Popular posts from this blog

"Pemrograman sebagai Filsafat Bahasa Tingkat Tinggi: Perspektif Seorang Lulusan Sastra Inggris yang Terjun ke Dunia Teknologi"

Komputasi, Lingustik, dan Dasein ala Heidegger

Terbentur, terbentur kemudian terbentuk: the experiences of daily activites at UKRI