Bang Murakami !

Dua buku dari haruki murakami yang telah saya baca adalah 1q84 dan kafka on the shore, kesan yang ditimbulkan dari membaca kedua karya tersebut membuat saya berdecak kagum dalam keheningan yang suril dalam lamunan.
           murakami selalu mampu membuat sesuatu yang mahal tanpa harus berlelah – lelah menjelaskan rincian mengapa tulisannya itu seperti itu, dia seolah merasa “ perduli setan dengan aturan “, yah kesan itu juga yang saya tangkap setelah menuntaskan karya murakami di atas, seperti saat pertama kali membaca Bumi manusianya milik pram, untuk beberapa waktu saya seolah menghilang dari waktu dan kenyataan merenungi apa yang saya baca, namun bedanya pram itu dekat dengan realitas dan murakami dengan absurditas nalarnya yang nakal dan unpredictable, dua – duanya seorang realis nihilis namun dalam paying yang berbeda.

           Seperti melihat lukisan Salvador dali atau monalisanya Da Vinci, membaca murakami menuntut saya untuk melepas semua yang sering dikatakan Nietzche dengan moralitas umum, semua pakem yang saya tahu dan pahami seolah dihancur leburkan oleh tulisan – tulisannya murakami.
dan yang selalu ada dibenak saya, bahwa sastra itu selalu dekat dengan filsafat, dan orang yang mulai merambah filsafat biasanya juga telah menelan sastra begitu pun sebaliknya.
           Seperti mitos yang seiring sejalan dengan sejarah mereka padu padan dalam satu lingkaran yang sama.
           Namun sekali lagi membaca murakami memberikan kepuasan tersendiri bagi saya pribadi, terlebih membaca novel sastra adalah untuk memperkaya daya imaji dan kepekaan emosional kita melihat dunia.
           yang hebat dari murakami adalah daya imajinya yang seolah memelihara dengan sengaja unsur kekanak – kanakan imaji – imaji liar khas anak – anak dan itu bagi saya pribadi adalah bukti orang cerdas jika kemampuan demikian dimiliki oleh orang tua.

           Semua plot yang berlubang semua misteri yang seolah disisakan di dua buku murakami yang saya baca, yang umumnya sering dikritik orang karena seolah tidak diselesaikan sebenarnya terjawab dengan sendirinya jika pembaca pelan – pelan dan cukup berhati – hati dalam membaca karya – karya murakami .
           So far so good, jika ditanya soal kelam mana di bandingkan dengan metamorfosisnya kafka, yah saya akan katakana gelap murakami karena bukan hanya memainkan metafora namun banyak aspek yang begitu banyak dimasukan murakami dalam karya – karyanya .
           Namun yang jelas entah itu murakami entah itu kafka dua – duanya mampu membuat satu peristiwa dalam sebuah cerita itu begitu mencekam dan dekat .  

Comments

Popular posts from this blog

"Pemrograman sebagai Filsafat Bahasa Tingkat Tinggi: Perspektif Seorang Lulusan Sastra Inggris yang Terjun ke Dunia Teknologi"

Komputasi, Lingustik, dan Dasein ala Heidegger

Terbentur, terbentur kemudian terbentuk: the experiences of daily activites at UKRI