Kecemasan eksistensial dan pesimisme masyarakat pada pemerintah di tengah pandemi Corona
Menurut Soren kierkegaard kecemasan eksistensial adalah perasaan yang timbul mempertanyakan makna dari kehadiran dirinya sendiri sebagai seorang pribadi dan sebagai seorang manusia, dorongan yang selalu membuat seseorang untuk menjadi lebih sadar akan dirinya sendiri tentang satu kehidupan kongkret yang harus seseorang memiliki agar hidupnya menjadi utuh dan lengkap, biasanya kecemasan eksistensial menuntut suatu kebebasan dari suatu kondisi yang terlalu menekan kejiwaan seseorang. Kemudian situasi ini bisa menimbulkan segala macam pesimisme pada dirinya sendiri juga terhadap lingkungannya sendiri .
Menurut Freud Kecemasan eksistensial berangkat dari naluri yang direpresi oleh moral atau super ego yang mana kehendak-kehendak yang diinginkan seseorang tidak mampu dilaksanakan karena dibatasi aturan atau terlarang karena alasan sopan santun/ melanggar nilai-nilai moral yang sudah disepakati oleh lingkungan.
sehingga keadaan ini menimbulkan dampak kecemasan berlebih pada kehadirannya sendiri sebagai pribadi juga sebagai manusia, dan peristiwa ini disebut kecemasan eksistensial yang kemudian dampak lanjutan dari kecemasan ini menimbulkan perasaan pesimisme pada dirinya sendiri juga terhadap lingkungannya sendiri.
Pesimisme bisa jadi hal yang baik dan bisa jadi hal yang buruk tergantung dari sudut pandang mana kita memandang dampak dari rasa pesimisme itu sendiri, di tengah pandemi corona, pesimisme sekarang mudah dan nampak secara gamblang kita temukan pada setiap ungkapan yang mengudara di jalanan atau warung-warung kecil setiap hari di manapun, yang berangkat dari kekecewaan masyarakat pada pemerintah tentang kebijakan WFH atau work from home yang berimbas pada perputaran roda ekonomi. Pesimisme ini berangkat dari kecemasqan eksistensial itu sendiri yang merasa tidak puas dan terasing pada dunia baru ketika semua orang dan semua kegiatan harus diberlakukan di rumah.
Semua perasaan ini menimbulkan keinginan yang kuat untuk melawan apa yang sudah ditetapkan pemerintah tentang kebijakan WFH dan PSBB bahwa pada akhirnya rasa pesimisme dan kecemasan eksistensial masyarakat menguap dan memadat menjadi satu bentuk keputusan untuk akhirnya turun ke jalan mencari makan.
Bantuan sosial yang tidak merata atau nampaknya memang tidak ada membuat masyrakat gusar dan cemas akan nasibnya sendiri, kemudian berhenti berharap pada pemerintah dan memilih untuk tetap hidup dengan mencari penghasilan keluar rumah.
Semua orang dilema dan tentu semua orang berprasangka tapi sejatinya dan seharusnya pemerintah haruslah lebih bertanggung jawab pada rakyatnya sendiri, kebijakan wfh atau psbb rupanya tidak membuat masalah itu sendiri selesai namun menambah masalah baru yaitu meningkatnya ketidak percayaan masyarakat pada pemerintah tentang kemampuan mereka memenuhi kebutuhan masyarakat dan melindungi masyarkat dengan cara yang baik dan rasional dengan pengelolaan koordinasi suplay bantuan sosial dan fungsi dari jaminan efektifitas PSBB itu sendiri .
Menurut Freud Kecemasan eksistensial berangkat dari naluri yang direpresi oleh moral atau super ego yang mana kehendak-kehendak yang diinginkan seseorang tidak mampu dilaksanakan karena dibatasi aturan atau terlarang karena alasan sopan santun/ melanggar nilai-nilai moral yang sudah disepakati oleh lingkungan.
sehingga keadaan ini menimbulkan dampak kecemasan berlebih pada kehadirannya sendiri sebagai pribadi juga sebagai manusia, dan peristiwa ini disebut kecemasan eksistensial yang kemudian dampak lanjutan dari kecemasan ini menimbulkan perasaan pesimisme pada dirinya sendiri juga terhadap lingkungannya sendiri.
Pesimisme bisa jadi hal yang baik dan bisa jadi hal yang buruk tergantung dari sudut pandang mana kita memandang dampak dari rasa pesimisme itu sendiri, di tengah pandemi corona, pesimisme sekarang mudah dan nampak secara gamblang kita temukan pada setiap ungkapan yang mengudara di jalanan atau warung-warung kecil setiap hari di manapun, yang berangkat dari kekecewaan masyarakat pada pemerintah tentang kebijakan WFH atau work from home yang berimbas pada perputaran roda ekonomi. Pesimisme ini berangkat dari kecemasqan eksistensial itu sendiri yang merasa tidak puas dan terasing pada dunia baru ketika semua orang dan semua kegiatan harus diberlakukan di rumah.
Semua perasaan ini menimbulkan keinginan yang kuat untuk melawan apa yang sudah ditetapkan pemerintah tentang kebijakan WFH dan PSBB bahwa pada akhirnya rasa pesimisme dan kecemasan eksistensial masyarakat menguap dan memadat menjadi satu bentuk keputusan untuk akhirnya turun ke jalan mencari makan.
Bantuan sosial yang tidak merata atau nampaknya memang tidak ada membuat masyrakat gusar dan cemas akan nasibnya sendiri, kemudian berhenti berharap pada pemerintah dan memilih untuk tetap hidup dengan mencari penghasilan keluar rumah.
Semua orang dilema dan tentu semua orang berprasangka tapi sejatinya dan seharusnya pemerintah haruslah lebih bertanggung jawab pada rakyatnya sendiri, kebijakan wfh atau psbb rupanya tidak membuat masalah itu sendiri selesai namun menambah masalah baru yaitu meningkatnya ketidak percayaan masyarakat pada pemerintah tentang kemampuan mereka memenuhi kebutuhan masyarakat dan melindungi masyarkat dengan cara yang baik dan rasional dengan pengelolaan koordinasi suplay bantuan sosial dan fungsi dari jaminan efektifitas PSBB itu sendiri .
Comments
Post a Comment