Implementasi Kritik Atas Akal Budi Praktis ( Immanuel Kant ) Pada Definisi Kata "Dewasa".

 Apa itu Akal Budi ? ialah kehendak praktis dari individu, ia (akal budi) terdiri atas prinsip-prinsip  dasar / maksim-maksim yang menentukan arah kehendaknya atau dengan kata lain ia adalah moralitas seseorang. namun kemudian prinsip-prinsipnya dibagi menjadi dua perspektif :
Subjektif : Bila segala macam output yang diinginkan cenderung berorientasi lebih besar pada diri sendiri maka ia maksim subjektif yang kemudian berimbas pada cara berpikir seseorang (akal budinya) bila ia (akal budi) sebagai nilai tertinggi yang dianut sejalan dengan apa yang di perbuatnya maka ia (akal budi) dikatakan masuk akal, bila sebaliknya maka ucapan dan tindakannya tidak masuk akal.
Objektif : Bila segala macam output yang diinginkan cenderung berorientasi pada kemaslahatan banyak orang (altruistik) / (utility) / (pluralistik) maka ia maksim objektif yang berimbas pada akal budi yang bijaksana.

      Menurut Immanuel Kant akal budi praktis bersifat dialektis karena ia (akal budi) akan diuji terlebih dahulu, bila ia (akal budi) maksim dari prinsip-prinsipnya bersifat altruistik maka ia (akal budi) bisa dikatakan rasional sebagai hukum objektif karena ia (akal budi) menuntut kemurnian akal budi sebagai sonnum bonnum / kebaikan tertinggi. Bila ia (akal budi) opertunistik maka ia  batal dikatakan sebagai hukum, karena sifatnya subjektif dan kategorial. Maka berdasarkan premis diatas nilai moral dari definisi kata "dewasa" ialah bukan disyaratkan dengan mereka yang sudah berumur / sudah menikah, karena faktanya mereka sering kali disebut lebih bijaksana karena konon katanya mereka mampu membedakan mana "benar" dan "salah", ironisnya mereka (yang sudah menikah/berumur lanjut) sering kali mengingkari nilai identitasnya sebagai orang yang "bijaksana" dengan melakukan kekeliruan secara sadar membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar (Khas kaum Post-Modernisme) pembenaran-pembenaran timpang dari argumen-argumen mereka seringkali dipenuhi sesat pikir / logical fallacies.

     Keindahan filsafat Immanuel Kant ialah agility (kegesitan) dari esensi gagasannya yang mampu membongkar stereotipe priveledge sosial dengan kritik akal budi praktisnya. Contoh untuk penerapan kritik akal budi praktis pada orang-orang yang bermental feodal mempertahankan status-quonya dari kepentingan-kepentingannya atas nama "yang terbaik", "bijaksana" dan "dewasa". dilihat dari sudut pandang socio-antropologis priveledge feodalisme berakar pada hirarki status sosial dan mendasarkan segalanya pada hal-hal yang bersifat materialistik. bahwa segala sesuatu diukur pada kuantitas materialistik atau kualitas parsial dari keningratan seseorang. pertanyaanya sekarang apakah itu salah ? tidak juga, namun bila merujuk pada gagasan kant mengenai kritik atas akal budi praktis ia tidak bisa dikategorikan sebagai akal budi praktis yang bijaksana karena sifatnya yang jelas kategorial. pertanyaanya, apa benar mereka dewasa ?

contoh lain penerapan akal budi praktis ialah pada orang-orang yang bermental pemalas yang terjebak oleh budaya flexing di media sosial. mereka (para pemalas), ingin cepat kaya dengan jalan pintas (berhutang) dengan dua konsekuensi yang akan mereka terima. pertama, dosa riba dari sudut pandang relijiusitas dan yang kedua adalah tekanan batin dari sudut pandang psikologis. pertanyaanya, apa benar mereka dewasa

contoh lain adalah mengenai pernyataan "tidak mungkin seseorang itu salah terus", well, in fact, ada moment dimana seseorang bisa salah terus-menerus. contoh kasusnya ialah ketika upaya tidak sepadan dengan standar yang sudah ditetapkan, semacam skripsi / tugas akhir mahasiswa tingkat akhir. itu adalah moment di mana seseorang bisa salah terus-menerus karena meskipun ia sudah merengek-rengek mengatakan sudah melakukan yang terbaik dan mempertanyakan "Kenapa, sih, aku salah terus?", bila faktanya semua usahanya belum memenuhi standar, maka ia tak'akan lulus. artinya masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki hingga titik minimal standar terpenuhi. begitupun dengan kehidupan akan ada masa dimana akan bertemu dengan situasi dan kondisi yang persis sama (serba salah) dalam melakukan apapun, entah itu sebagai orang tua, anak, istri, suami, pekerja, atasan, siswa, guru, dosen, apapun itu identitas profesinya. Saat itulah akal budi berperan sebagai kebijaksanaan, bagaimana dahulu kita diajarkan menjabarkan masalah dan memformulasikan perumusan masalah untuk diselesaikan dengan cara terstruktur dan dengan cara yang baik, hingga permasalahannya terselesaikan sesuai hukum moral kebaikan tertinggi (Standar Value Objektif). 
bila masih saja mengeluhkan hal-hal demikian, pertanyaanya sekarang, apa benar mereka dewasa ?

Comments

Popular posts from this blog

"Pemrograman sebagai Filsafat Bahasa Tingkat Tinggi: Perspektif Seorang Lulusan Sastra Inggris yang Terjun ke Dunia Teknologi"

Komputasi, Lingustik, dan Dasein ala Heidegger

Terbentur, terbentur kemudian terbentuk: the experiences of daily activites at UKRI