Posts

Showing posts from May, 2018

Pembaruan pendidikan ?

Kurikulum pendidikan adalah sistem ajaran yang tiap tahunnya selalu ganti –ganti, namun kajiannya selalu sama, apalagi soal sejarah, padahal jika dilihat dunia tidak stagnan pada satu sisi cerita yang itu – itu aja, okey memang amat sangat butuh biaya besar dan program yang bener – bener terkonsep secara matang dalam pelaksanaan merekonstruksi ulang bahan ajaran yang sudah membudaya dan mengakar daging, maka jika benar apa yang ditulis sejarah adalah apa yang ditulis oleh para pemenang berarti apa yang kita baca selama ini adalah produk dari segala macam fakta yang tidak adil .   Memang seperti apa yang dikatakan Pram, bahwa kita harus selalu berpihak dan bersikap maka selain buku dan ajaran yang monoton ditawarkan sekolah – sekolah berarti harus ada tambahan, atau seri pelengkap sebagai acuan perbandingan .   Solusi pertama, kewajiban para pendidik untuk selalu memperbarui khazanah ilmu pengetahuannya soal dunia kemudian mentrasfer ulang apa yang mereka tahu lalu merenungkan sek

Semua orang konsumtif !

Setelah beresin How the world worksnya Noam Chomsky, kemudian tiba – tiba kelintas gitu dipikiran satu pertanyaan, jika semakin kaya orang semakin konsumtif apa yang tidak kaya berarti tidak konsumtif ?   Well, kayanya sekarang udah gak terlalu banyak perbedaan deh soal hal – hal yang gini, entah kelas masyrakat dengan tingkat ekonomi bawah, menengah hingga atas, kenapa ? karena jaman sekarang bukan krisis material lagi, tapi krisis eksistensial, itu lanjutannya krisis material dari tesisnya marx sama engels sampe ke tesisnya soren Kierkegaard ampe albert camus sama Jean paul Sartre .   Kalo kita lihat semua penghasilan dari kelas ekonomi manapun kita semua selalu masuk jurang rentang kesenjangan yang sama, soal mahzab konsumerisme .   Masalahnya yang tidak disadari banyak orang kadang – kadang mereka tidak sadar bahwa mereka korban tsukiyominya Madara sama Obita sama kaguya ( well ini musuhnya naruto shippuden ).   Ilusinya adalah bahwa keren adalah menjadi sepersis – pers

Apa benar bandung bahagia ?

Negara macam apa yang membuat rakyatnya merasa diri terancam tinggal di lingkungannya sendiri ? kecuali Negara yang memang sudah tidak begitu peduli pada masyarakatnya itu sendiri . Padahal berdirinya satu Negara karena adanya rakyat itu sendiri .   Bandung sejak dahulu memang terkenal gaung keangkerannya karena geng motor, premanisme, tawuran SMA, Copet, begal hingga maling .   Siapa yang tidak bangga melihat bandung sekarang ? saya pikir gak ada, semua orang pasti bangga, karena semua orang berpikir bahwa kotanya adalah kota yang sering dikunjungi which is itu artinya adalah kota yang disenangi bukan karena perangai masyarakatnya yang konon katanya someah, ramah dan sopan – sopan, tapi juga karena infrastrukturnya yang sudah mulai bergaya ala Jakarta .   Tapi lihat dulu sebentar Jakarta adalah kota kosmopolitan, yang artinya semua bentuk kebudayaan bercampur baur menjadi satu kesatuan so otomatis bercampurlah segala macamnya,dan kita bakal ngomongin kriminal sekarang .  

Mengkritisi Toleransi !

Gini deh, Usually rational argument itu tidak worth it sama kebanyakan orang – orang yang ngakunya relijius, in the other hand sebenarnya di luar sana gak ada orang – orang yang bener – bener relijius , jangan tanya kenapa yah ? karena balik lagi ke postulat saya that everybody lie .   Beberapa kali saya bilang bahwa live base on something we don’t believe itu bukan gaya saya yang harusnya juga bukan gaya kalian, karena percaya pada sesuatu dengan membabi buta hanya karena itu warisan leluhur atau orang tua kita, lantas kita telan semua itu bulat – bulat ( dengan dalih menghormati ), nah saya kagak mau, sekalipun orang tua saya bersikukuh dengan keharusan itu karena warisan dari orang tua mereka yang diwariskan pula lagi dari orang tuanya orang tua dari orang tuanya itu sendiri itu bener – bener tolol ( lieurnya ? baca sakali deui ).   Karena balik lagi, ini dua ribu delapan belas, udah saatnya kita ilmiah, pake logika, karena mitos itu dibuat berdasarkan konsep rasionalisasi manu

Racun Tikus dan Obat Nyamuk

Ini bukan puisi ini murni satu hal yang saya pertanyakan hingga saat ini sejak SMA dulu, sebagai seorang Neuorotic atau orang yang punya kecenderungan selalu penasaran pada apapun, satu hal yang begitu merangsang kekritisan saya ini perlu diselesaikan, even sekalipun saya gak dapat hasil apa – apa dari apa yang saya tulis, setidaknya sudah saya curahkan dan bagikan dalam satu tulisan .   Gini, apa itu kata ? menurut hemat saya kata adalah susunan atau deretan suatu huruf, tujuan dari diharuskannya sesuatu yang bergemul diperasaan kita menjadi sebuah kata adalah sebagai manifestasi atau gambaran atau bentuk dari satu visi yang kita lihat pada satu objek yang ingin kita namai, dengan kata lain identifikasi dari satu identitas entitasnya.   Nah, dan jika saya kutip apa yang dikatakan Galileo galilei filsuf dan saintis italia yang mengemukakan dirinya sendiri sebagai pendukung dari apa yang dikatakan nicholas Copernicus bahwa sebenarnya bumilah yang mengelilingi matahari atau saat in

Jodoh itu mirip kita, equals with Bullshit

"Pada akhirnya laki – laki percaya pada satu mitos kebodohan yang diturun – temurunkan orang tua mereka bahwa “ Jodoh itu pasti mirip – mirip kita “, padahal itu rasionalisasi mereka pada diri mereka sendiri, berdalih dan menyangkal kebenaran dari bahwa mereka takut bila memilih orang yang karakter dan kepribadiannya terlampau jauh dari mereka, karena super ego mereka memerintah ego mereka untuk selalu bisa menerka, membaca segala macam apa yang akan dilakukan pasangannya lalu mengendalikan pasangannya “  postulat Ujo pada Shallom, di Cerpen  “ Ujo dan Shallom “ karya Osel Resha .   Well, Obviously kita selalu dengan tidak sadar berusaha membuat apapun disekitar kita untuk tetap bisa dikendalikan.   Seberapa mustahilnya apapun itu, kita selalu berusaha melakukan itu, tujuannya ? yah cuman satu, untuk membuat kita ngerasa tenang .   But, This time I wanna talk about soulmate, benarkah jodoh itu mirip kita, saya pernah dengaer kalo jodoh itu mirip – mirip kita, entah i